Pengertian Filsafat
Secara etimologis kata filsafat dalam bahasa Yunani adalah
philosophia, yaitu gabungan dari dua kata philia atau philen yang
berarti cinta atau mencintai
dan sophos yang berarti kebijaksanaan. Sementara dalam bahasa Inggris,
filsafat berasal dari kata philosophy yang bisa diartikan sebagai
mencintai kebajikan.
Secara terminologis, dalam Kamus Filsafat (Loren Bagus, 1996:42)
dijelaskan beberapa pengertian pokok tentang filsafat menurut kalangan
filosof, yaitu: Pertama, filsafat merupakan upaya spekulatif untuk
menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang suatu
realitas; Kedua, merupakan upaya melukiskan hakikat realitas akhir dan
dasar serta nyata; Ketiga, filsafat merupakan upaya menentukan batas-batas
dan jangkauan dari pengetahuan baik itu tentang sumber, hakikat,,
keabsahan, dan nilainya; Keempat, penyelidikan kritis atas
pengandaian-pengandaian dan pernyataan-pernyataan yang diajukan oleh
berbagai bidang pengetahuan; Keenam, filsafat merupakan disiplin ilmu
yang berupaya untuk membantu melihat apa yang dikatakan dan untuk
mengatakan apa yang dilihat.
Endang Saifuddin Anshari (1987: 83) mengutip pernyataan Al Farabi
bahwa pengertian filsafat adalah ilmu tentang alam yang maujud dan
bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Sementara menurut Immanuel Kant (Suriasumantri, 2001: 2) mengartikan filsafat sebagai dasar segala pengetahuan yang mencakup ke dalam empat persoalan:
1. Apakah yang dapat diketahui ?
2. Apakah yang boleh kita kerjakan?
3. Sampai di manakah penghargaan kita?
4. Apakah yang dinamakan manusia?
Sedangkan Sumarno, Karimah, dan Damayani dalam buku Filsafat dan Etika Komunikasi (2004: 13-14) pengertian filsafat dapat dibedakan menjadi:
1. Filsafat sebagai suatu sikap. Filsafat merupakan sikap terhadap
kehidupan dan alam semesta. Bagaimana manusia yang berfilsafat dalam
menyikapi hidup dan alam sekitarnya.
2. Filsafat sebagai suatu metoda. Berfilsafat artinya berpikir secara
reflektif, yakni berpikir dengan memerhatikan unsure di belakang objek
yang menjadi pusat pemikirannya.
3. Filsafat sebagai kumpulan persoalan. Befilsafat artinya berusaha untuk memecahkan persoalan-persoalan hidup.
4. Filsafat merupakan sistem pemikiran. Socrates, Plato,
atau Aristoteles merupakan tokoh filsafat yang menghasilkan sistem
pemikiran yang menjadi acuan dalam menjawab persoalan, sebagai metode,
dan cara bersikap kenyataan.
5. Filsafat merupakan analisis
logis. Filsafat berarti berbicara tentang bahasa dan penjelasan
makna-makna yang terkandung dalam kata dan pengertian. Hampir setiap
filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti istilah dan
pemakaian bahasa.
6. Filsafat merupakan suatu usaha memperoleh pandangan secara
menyeluruh. Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari
berbagai macam ilmu serta pengalaman manusia menjadi suatu pandangan
dunia yang menyeluruh.
Sementara Muntasyir dan Munir (2002: 3) memberikan klasifikasi pengertian tentang filsafat, sebagai berikut :
1. Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis (arti informal).
2. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung tinggi (arti formal).
3. Filsafat adalah usaha untuk mendapatkan gambaran keseluruhan.
Artinya filsafat berusaha untuk mengombinasikan hasil bermacam-macam
sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang
konsisten tentang alam (arti spekulatif).
4. Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang
arti kata dan konsep. Corak filsafat yang demikian ini dinamakan juga
logosentris.
5. Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat
perhatian dari manusia dan yang dicarikan jawabannya oleh ahli-ahli
filsafat.
Mazhab Filsafat
Dalam realitasnya, filsafat terbagai ke dalam beberapa mazhab.
Kemunculan mazhab ini terutama berada di abad pertengahan sebagai
konsekuensi dari munculnya golongan-golongan pemikir yang sepaham dengan
teori, ajaran, bahkan aliran tertentu terhadap tokoh-tokoh filsafat
atau filsuf. Mazhab-mazhab dalam filsafat terbagai atas rasionalisme,
positivisme, empirisme, idealisme, pragmatisme, fenomenologi, dan
eksistensialisme.
Rasionalisme muncul pada abad ke-17 dan tokoh yang dikenal dalam
mazhab ini adalah Rene Descrates (1596-1650) yang memopulerkan ungkapan
cogito ergo sum yang berarti aku berpikir maka aku ada. Menurut
Descrates, manusia memiliki kebebasan dalam berkehendak oleh karena itu
manusia dapat merealisasikan kebebasannya tersebut dan kebebasanlah yang
merupakan cirri khas kesadaran manusia yang berpikir. Mazhab ini
menekankan metode filsafatnya pada rasionalitas dan sumber pengetahuan
yang dapat dipercaya adalah rasio atau akal. Metode deduktif menjadi
metode yang popular dalam mazhab ini. Metode tersebut menggunakan pola
penalaran dengan mengambil kesimpulan dari suatu yang umum untuk
diterapkan kepada hal-hal yang khusus.
Empirisme merupakan mazhab yang menekankan pada pengalaman nyata
atau empiris yang menjadi sumber dari segala pengetahuan. Bahwa sebuah
pengalaman yang khusus merupakan kesimpulan dari kebenaran-kebenaran
yang bersifat umum. Ini merupakan kebalikan dari mazhab rasionalisme,
seiring pula kemunculan mazhab empirisme pada abad yang sama dengan
rasionalisme. Tokoh yang terkenal dalam mazhab ini adalah Thomas Hobbes
(1588-1679) dan John Locke (1632-1704). Menurut kedua tokoh ini,
pengalaman adalah awal dari semua pengetahuan dan dapat memberikan
kepastian. Pengalaman ini bisa berupa pengalaman lahiriah maupun batin
yang keduanya saling berhubungan. Pengalaman lahiriah menghasilkan
gejala-gejala psikis yang harus ditanggapi oleh pengalaman batiniah.
Idealisme merupakan istilah yang digunakan oleh Leibniz pada abd
ke-18. Merujuk pada pemikiran Plato bahwa idealisme memfokuskan
pemikiran bahwa seluruh realitas itu bersifat spiritual atau psikis, dan
materi yang bersifat fisik sebenarnya tidaklah nyata. Pemikiran ini
didukung oleh George Wilhem Friederch Hegel (1770-1831) di Jerman yang
memiliki pendapat bahwa yang mutlak adalah roh yang mengungkapkan
dirinya di dalam alam dengan maksud agar dapat sadar akan dirinya
sendiri dan hakikat dari roh itu adalah idea tau pikiran. Menurut Hegel,
semuanya yang real bersifat rasional dan semuanya yang rasional
bersifat real. Metode dialektik diperkenalkan oleh Hegel dengan
menerapkan tiga proses dialektik, yaitu teas, antitesa, dan sintesa
dimana ia mengusahakan kompromi antara beberapa pendapat yang berlawanan
satu sama lainnya.
Positivisme merupakan mazhab yang menekankan pemikiran pada apa yang
telah diketahui, yang faktual, nyata, dan apa adanya. Postivis
mengandalkan pada pengalaman individu yang tampak dan dirasakan dengan
pancaindera. Sehingga segala sesuatunya yang bersifat abstrak atau
metafisik tidak diakui. August Comte (1798-1857) merupakan tokoh mazhab
ini yang menyatakan bahwa manusia tidak mencari penyebab yang berada di
belakang fakta dan dengan menggunakan rasionya manusia berusaha
menetapkan relasi-relasi antarfakta.
Pragmatisme muncul pada awal abd ke-20. Mazhab ini menegaskah bahwa
segala sesuatunya haruslah bernilai benar apabila membawa manfaat secara
praktis bagi manusia. Artinya, pengetahuan yang berasal dari
pengalaman, rasio, pengamatan, kesadaran lahiriah maupun batiniah,
bahkan yang bersifat abstrak atau mistis pun akan diterima menjadi
sebuah kebenaran apabila membawa manfaat praktis. John Dewey (1859-1852)
merupakan tokoh dalam mazhab ini yang berpendapat bahwa filsafat tidak
boleh hanya mengandalkan pemikiran metafisis yang tidak bermanfaat
praktis bagi manusia, melainkan harus berpijak pada pengalaman yang
diolah secafa aktif kritis dan memberikan pengarahan bagi perbuatan
manusia dalam kehidupan nyata.
Fenomenologi merupakan mazhab yang bersandar pada kemunculan
fenomena-fenomena baik yang nyata maupun semu. Fenomena tidak hanya bisa
dirasakan oleh indera, juga dapat digapai tanpa menggunakan indera.
Tokoh dalam mazhab ini adalah Edmund Husserl (1859-1938) yang menegaskan
hukum-hukum logika yang memberi kepastian sebagai hasil pengalaman
bersifat a priori dan bukan bersifat a posteriori.
Eksistensialisme dipelopori oleh Jean Paul Sartre (1905-1980) yang
mengembangkan pemikiran bahwa filsafat berpangkal dari realitas yang ada
dan manusia itu memiliki hubungan dengan keberadaannya dan bertanggung
jawab atas keberadaan tersebut. Mazhab ini menekankan pada bagaimana
cara manusia berada di dunia yang berbeda dengan benda-benda atau objek
lainnya. Dengan kata lain, eksistensialisme menegaskan tentang bagaimana
cara manusia bereksistensi dan bukan sekadar hanya berada sebagai mana
benda-benda lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar